Produk Makanan Ringan – Ada program hingar bingar, dalam kasus ini program ijab kabul, lazimnya mendatangkan jajanan camilan. Pemilik program pun merasa sudah menghidangkan jamuan yang bisa menghapus rasa malu sekalipun cuma penganan kudapan. Beberapa jajanan kudapan itu, lazimnya diletakkan dalam bungkus dus menjadi satu. Mereka pun bisa menikmakati di tempat itu juga atau dibawa pulang.
Memang, menjamurnya acara hajatan atau program keramaian lain membuat perjuangan kue kudapan keperluan hajatan makin banyak. Tentunya, jajanan camilan yang paling unggul ialah penganan yang dibuat pabrik ternama. Hanya saja, para pemilik usaha kecil pun tidak kalah saing. Dengan menunjukkan harga ramah biaya, bisa laku untuk kebutuhan hajatan.
Dampak Dari Produk Makanan Ringan Dengan Asal-asalan
Masalahnya, banyak pelaku usaha kecil yang memang sembarangan dalam mendatangkan produk penganan makanan ringan. Contoh masalah masakan zaman dahulu yang sudah tidak populer lagi dengan rasa yang tidak lezat seperti gorengan surabi, bekas serabi yang tidak lagi. Ini hanya acuan produk kue camilan yang juga bisa laris untuk kebutuhan acara. Terpenting murah saja biar menghemat biaya program.
Ya, inti penting dari penjualan yakni laris terjual sehingga menerima laba. Ini yang diperoleh dari masalah perjuangan kecil yang memproduksi produk sembarang pilih , mirip suguhan gorengan surabi yang tidak mempunyai peminat. Si pembeli juga merasa diuntungkan sebab harga jauh lebih murah. Toh, mereka beralasan, ini produk untuk program hingar bingar. Terpenting, di acara hiruk pikuk ada sajian jajanan kudapan.
Masalahnya, makanan yang dimasak asal pilih, tidak memperhatikan konsumen sebagai penikmat, cuma untuk acara hiruk pikuk, akan menjadi sampai yang tidak hingga pada perut pelanggan penikmat penganan camilan. Mereka cuma mendapatkan bingkisan dari acara, lalu dibawa pulang untuk dibuang kembali. Kenapa dibuang? Tidak ada yang makan. Inilah kue kudapan yang cuma menjadi sampah.
Lalu bagaimana sebaiknya? Tentunya, sekalipun pebisnis kecil dalam perjuangan penganan camilan, harus menggandakan produk olahan dari baprik terkemuka yang produknya laku dipasaran yakni dicicipi para konsumen. Hal ini biar produk penganan makanan ringan keperluan program bisa disantap pada hadirin acara. Ini meminimalisir produk menjadi sampah alias tidak minat dimakan.
Kecuali, si pemilik perjuangan kecil mempunyai pelanggan setianya sendiri dalam menikmati produknya. Jadi, produk bukan untuk keperluan program hiruk pikuk. Tentunya, tidak siapa saja menggemari produk si pelaku perjuangan kecil.
Tentunya, saat mengikuti alur penyampaian produknya hingga ke tong sampah, kita bertanya, “Apakah produk bisnis cuma bisa jadi sampah?” Miris sekali kalau produk untuk acara hiruk pikuk bernasib seperti ini. Nilai manfaat suatu produk seperti tidak ada.
Sehingga, para pelaku usaha penganan kudapan yang berkepentingan untuk produ hajatan, mesti mementingkan produk bermutu yang disukai banyak konsumen murni. Ketika produk hariannya laku untuk konsumen murni, ini sebagai tanda produknya berkaulitas cantik. Ketika produknya cuma laku untuk keperluan hajatan, terperinci, ini perlu dirubah kembali.
Cara yang dapat ditempuh para pelaku perjuangan penganan camilan yaitu melaksanakan penjualan secara eceran. Ketika penjualan secara eceran laku, ini selaku tanda produk berpotensi bisa dikonsumsi. Ketika produk ini dibutuhkan untuk hajatan, banyak orang bisa menikmati produk ini. Tidak ada lagi nasib produk cuma menjadi sampah.
Tetapi, kembali lagi, cara bisnis orang bisa saja berlainan-beda. Mungkin saja, orang yang berdagang kue kudapan yang cuma laku untuk hajatan , alasannya memang kemampuan memproduksinya cuma sebatas seperti yang sudah berlangsung. Urusan nanti produk disantap atau tidak oleh para hadirin, itu bukan lagi urusan pemilik produk.
Hanya saja, selaku ruan rumah acara, perlu ada kesadaran. Apakah mereka akan mendatangkan suguhan kue camilan yang memiliki potensi disantap, tidak menjadi sampah? Atau, mereka, dengan alasan ekonomi, berbelanja kue kudapan yang memiliki peluang cuma menjadi sampah. Kesadaran pelanggan seperti ini bisa membuahkan pada kesadaran para pelaku perjuangan. Bukankah kesuksesan bisnis bergantung dari minat market?